Siapa sangka 'hanya' dengan berjualan sandal, kehidupan Sadiqin berubah drastis. Sandal yang ia jual bukan sandal biasa saja, namun sandal unik khas Magelang, atau sering disebut dengan sandal Magelangan. Disebut demikian karena warga Kampung Tulung, Magelang Tengah ini mampu mengaplikasikan kata-kata atau celoteh-celoteh khas orang-orang Magelang sepertiLeda-lede, Pecas Ndahe, Plonga-plongo, Plinthat-plinthut, dan lain sebagainya pada sepasang sandal.
Mengambil kuliah di Jurusan Hukum, Universitas Muhammadiyah Magelang (UMM), ia mengaku ide kreatifnya berawal pada tahun 1999 ketika anaknya mendapat souvenir ulang tahun berupa sepasang sandal dengan model unik dan lucu. Kemudian ia dan istrinya coba-coba membuat rancangan sandal serupa dengan sedikit kreasi namun tetap khas Magelang.
Siapa sangka, sandalnya diminati banyak orang di sekitarnya. Ia pun kemudian berani memproduksi dan menjualnya. "Awalnya saya dan istri bikin jok mobil/motor, namun ternyata prospek jualan sandal lebih bagus daripada jok, kami pun memutuskan beralih berbisnis sandal ini," katanya.
Berbeda dengan sandal-sandal di pasaran, sandal milik pria 47 tahun ini tergolong eksklusif, karena gambar atau tulisan pada sandal didesain langsung oleh Sadiqin menggunakan tangan, bukan komputer. Proses pemilihan bahan hingga finishing pun masih manual. Tidak hanya itu, model yang beragam, warna yang cerah, serta harga yang terbilang murah membuat sandal-sandalnya banyak diminati.
"Jika mendapat ide, langsung saya bikin pola pada bahan, kemudian saya potong-potong (cutting) dengan pisau khusus, saya sengaja tidak menggunakan komputer untuk desain karena gampang ditiru," ceritanya.
Selain itu, katanya, kelebihan sandal-sandalnya juga terletak pada bahan yang ringan terbuat dari spon api. Kemudian pada aplikasi desain, yakni dengan cara cutting atau puzzle bukan dengan teknik sablon. Sehingga, gambar atau tulisan tidak mudah hilang jika kena air atau kotoran. "Selain itu, pembeli juga boleh memesan desain sesuai keinginannya, bisa gambar, tulisan, atau abstrak, dan satu hari jadi.
Tidak hanya itu, pembeli juga bisa memesan meskipun hanya sepasang, bahkan sebelah kiri atau kanan saja, harganya rata-rata Rp 25.000 per pasang, kalau setengah pasang ya bayar setengah harga saja," katanya sembari senyum.
Bapak tiga putra ini mengaku, awalnya ia memroduksi sandal tidak banyak. Promosinya pun hanya dari mulut ke mulut. "Untuk bisa masuk ke pameran atau sentra UMKM di Kota Magelang waktu itu cukup susah, karena alasan harga yang kami patok Rp 25.000 per pasang dinilai masih kemahalan," ujarnya.
Namun demikian ia dan istrinya, Tika Sari, tidak patah arang. Ia terus berinovasi hingga akhirnya usahanya itu pun berjalan sukses hingga sekarang. Setiap bulan ia mampu memproduksi rata-rata hingga 8.000-an pasang sandal. Jika harga per pasang rata-rata Rp 25.000, maka per bulan ia meraup omzet sekitar Rp 200 juta.
Dari hasil kerja kerasnya itu, kini ekonomi keluarganya tergolong mampu. Ia bisa membiayai sekolah ketiga anaknya, dan bahkan membeli mobil. Saat ini, ia bisa memperkerjakan delapan karyawan, yang semuanya adalah remaja putus sekolah. "Kami memang sengaja mengambil karyawan anak-anak putus sekolah, agar mereka tidak menjadi pengangguran namun juga bisa bekerja mengasilkan uang untuk bantu orang tua mereka," ujarnya.
Bahkan ke depan, lanjutnya, ia berencana mempekerjakan ibu-ibu rumah tangga, atau siapa saja yang mau bekerja. Caranya dengan merangkai sandal-sandal setengah jadi yang sebelumnya dibuat Sodiqin, lalu diserahkan ke Sodiqin untuk di-finishing. "Setiap pasang sandal akan kami hargai," katanya.
Saat ini ia sandal Magelangan miliknya tidak hanya dikenal di wilayah Magelang dan sekitarnya saja tetapi sudah merambah ke pasaran pulau Bali, Kalimantan hingga Sulawesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar