Asalasah ~ Perubahan iklim menjadi isu yang terus menarik perhatian dunia, termasuk Indonesia. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bambang S. Tejasukmana mengatakan, antisipasi perubahan iklim bisa dilakukan menggunakan teknologi antariksa berupa satelit.
Indonesia, kata dia, baru memiliki satu satelit dengan kemampuan yang masih sangat terbatas. Karena itulah, ia menyatakan, Indonesia akan mulai mengembangkan satelit baru dengan kemampuan canggih yang bisa beroperasi pada 2019 mendatang.
"Manfaatnya untuk pemantauan perubahan iklim, kondisi cuaca maupun lingkungan," kata Bambang dalam konferensi internasional tentang aplikasi teknologi antariksa untuk perubahan iklim, di Hotel Borobudur, Senin, 2 September 2013. Satelit baru juga diharapkan mendukung program ketahanan pangan, energi, dan lingkungan.
Satelit ini nantinya akan memiliki bobot satu ton dan diperkirakan menghabiskan dana hingga Rp 2 triliun. Pengembangan satelit ini merupakan proyek nasional sehingga turut melibatkan lembaga dan kementerian lain.
Meski rencana pengembangannya baru tahap pembahasan konsep, namun diyakini satelit ini memiliki kemampuan yang lebih mumpuni dari satelit yang sudah ada. "Baru menentukan misi-misinya untuk apa. Fungsinya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, saat ini kami mulai menampung semua keinginan dari pengguna," ujarnya.
Menurut Bambang, proyek pembuatan satelit baru akan diproduksi oleh lembaga BUMN seperti PT LEN atau PT Dirgantara Indonesia. "Jadi untuk satellit yang besar ini bukan LAPAN lagi yang membuat, kami hanya mentransfer ilmunya," kata dia. (Baca: Perubahan Iklim, Ini Cara Terbaik Memantaunya)
Pengembangan satelit ini juga dimaksudkan untuk menguatkan peran serta Indonesia dalam keanggotaan Global Earth Observation System of Systems. Saat ini hanya ada beberapa negara yang memiliki satelit canggih pemantau perubahan iklim, antara lain Amerika Serikat, Jepang, Cina, India, Brasil, dan Korea Selatan.
Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim, termasuk pengembangan satelit penginderaan jarak jauh. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad mengurangi emisi karbon hingga 26 persen pada 2020. Enam persen di antaranya berasal dari sektor energi, enam persen dari pengelolaan limbah, dan 14 persen dari pengelolaan lahan hutan. Selain itu, Indonesia juga berupaya menurunkan jumlah hotspot (titik api) kebakaran hutan atau lahan sekitar 20 persen per tahun.
Deputi Penginderaan Jauh LAPAN Taufik Maulana menambahkan, Indonesia tengah mengembangkan satelit LAPAN A-2 dan LAPAN A-3. Untuk satelit LAPAN A-2 sudah selesai dibuat dan akan segera diluncurkan tahun depan. Peluncurannya akan bekerja sama dengan India karena roket yang dimiliki Indonesia belum sanggup meluncur jarak jauh.
"Ini kan jaraknya 600 kilometer. Diluncurkan sekitar Januari-Juni tahun depan," kata Taufik. Satelit LAPAN A-2 berbobot 75-100 kilogram.
Sementara itu, satelit LAPAN A-3 sedang dirancang oleh LAPAN bersama IPB. Sama seperti pendahulunya, satelit LAPAN A-3 juga akan diluncurkan dengan menumpang roket peluncuran satelit lain milik negara lain yang lebih besar.
Indonesia, kata dia, baru memiliki satu satelit dengan kemampuan yang masih sangat terbatas. Karena itulah, ia menyatakan, Indonesia akan mulai mengembangkan satelit baru dengan kemampuan canggih yang bisa beroperasi pada 2019 mendatang.
"Manfaatnya untuk pemantauan perubahan iklim, kondisi cuaca maupun lingkungan," kata Bambang dalam konferensi internasional tentang aplikasi teknologi antariksa untuk perubahan iklim, di Hotel Borobudur, Senin, 2 September 2013. Satelit baru juga diharapkan mendukung program ketahanan pangan, energi, dan lingkungan.
Satelit ini nantinya akan memiliki bobot satu ton dan diperkirakan menghabiskan dana hingga Rp 2 triliun. Pengembangan satelit ini merupakan proyek nasional sehingga turut melibatkan lembaga dan kementerian lain.
Meski rencana pengembangannya baru tahap pembahasan konsep, namun diyakini satelit ini memiliki kemampuan yang lebih mumpuni dari satelit yang sudah ada. "Baru menentukan misi-misinya untuk apa. Fungsinya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, saat ini kami mulai menampung semua keinginan dari pengguna," ujarnya.
Menurut Bambang, proyek pembuatan satelit baru akan diproduksi oleh lembaga BUMN seperti PT LEN atau PT Dirgantara Indonesia. "Jadi untuk satellit yang besar ini bukan LAPAN lagi yang membuat, kami hanya mentransfer ilmunya," kata dia. (Baca: Perubahan Iklim, Ini Cara Terbaik Memantaunya)
Pengembangan satelit ini juga dimaksudkan untuk menguatkan peran serta Indonesia dalam keanggotaan Global Earth Observation System of Systems. Saat ini hanya ada beberapa negara yang memiliki satelit canggih pemantau perubahan iklim, antara lain Amerika Serikat, Jepang, Cina, India, Brasil, dan Korea Selatan.
Indonesia terus melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim, termasuk pengembangan satelit penginderaan jarak jauh. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertekad mengurangi emisi karbon hingga 26 persen pada 2020. Enam persen di antaranya berasal dari sektor energi, enam persen dari pengelolaan limbah, dan 14 persen dari pengelolaan lahan hutan. Selain itu, Indonesia juga berupaya menurunkan jumlah hotspot (titik api) kebakaran hutan atau lahan sekitar 20 persen per tahun.
Deputi Penginderaan Jauh LAPAN Taufik Maulana menambahkan, Indonesia tengah mengembangkan satelit LAPAN A-2 dan LAPAN A-3. Untuk satelit LAPAN A-2 sudah selesai dibuat dan akan segera diluncurkan tahun depan. Peluncurannya akan bekerja sama dengan India karena roket yang dimiliki Indonesia belum sanggup meluncur jarak jauh.
"Ini kan jaraknya 600 kilometer. Diluncurkan sekitar Januari-Juni tahun depan," kata Taufik. Satelit LAPAN A-2 berbobot 75-100 kilogram.
Sementara itu, satelit LAPAN A-3 sedang dirancang oleh LAPAN bersama IPB. Sama seperti pendahulunya, satelit LAPAN A-3 juga akan diluncurkan dengan menumpang roket peluncuran satelit lain milik negara lain yang lebih besar.
Baca Juga:
- Uniknya Internetan di Israel Bersama Keledai
- Cara Hewan Dapat Berjalan Di Atas Air
- Hindari Kegiatan ini setelah makan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar